BANYUWANGI, SENIN - Ritual 'kebo-keboan' sebagai ungkapan terima kasih hasil pertanian melimpah para petani di desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jatim, direncanakan digelar pada Minggu (11/1). Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Banyuwangi, Hadi Sucipto, Senin (5/1), mengatakan, ritual 'kebo-keboan' yang dilakukan 18 pemuda desa setempat, sebagai wujud terima kasih pada Tuhan atas panen yang melimpah dan terhindar dari bahaya penyakit yang mematikan.
Tradisi 'kebo-keboan' dipercaya pertama kali digelar sekitar 300 tahun yang lalu. Buyut Karti, sang pencetus ritual mendapat wangsit melakukan "kebo-keboan". Pasalnya, desa Alasmalang saat itu sedang diteror pagebluk (wabah penyakit), siang sakit kemudian malam harinya meninggal.
'Kebo-keboan' berarti manusia menyerupai kerbau. Mulai dari memakai tanduk palsu, rambut dibuat gimbal dengan menggunakan tali rafia yang diberi arang, dan melumuri tubuh dengan arang serta lumpur. Kerbau dipilih, karena membantu petani ketika membajak sawah. "Manusia kerbau" akan mengejar warga yang mengambil bibit padi yang akan ditanam. Konon bibit yang diambil bisa dijadikan tolak bala atau keselamatan.
Hadi menambahkan, pelaksanaan ritual 'kebo-keboan' pada tanggal 10 Muharam, karena dipercaya membawa berkah. "Awalnya ada prosesi selamatan di tengah jalan utama desa. Semua elemen masyarakat ikut terlibat saat selamatan memakan nasi tumpeng dan ayam panggang diberi urap," katanya.
Selanjutnya dilakukan ider bumi (keliling desa). Ada gadis yang divisualisasikan sebagai dewi sri (dewi kesuburan/padi) yang ditandu beberapa pengawal. Puluhan laki-laki bertubuh kekar dengan dandanan dan bertingkah aneh seperti kerbau, dihalau oleh para petani yang membawa hasil panennya. Suasana kian meriah karena diiringi alunan musik tradisional khas Using.
"Prosesi membajak sawah dan menanam bibit padi digelar di bagian akhir upacara. Ini bagian yang menarik. Para 'manusia kerbau' seperti kesurupan mengejar siapapun yang mengambil bibit padi yang ditanam. Bibit padi yang diambil dipercaya bisa digunakan sebagai tolak bala maupun keberuntungan," katanya.
Menurut Hadi, tradisi 'kebo-keboan' perlu dilestarikan. Ini aset Banyuwangi yang harus dilestarikan, seperti halnya tarian Gandrung, Seblang, dan petik laut. Tradisi kebo-keboan bisa mendatangkan wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara. Banyuwangi tidak hanya memiliki pantai Plengkung untuk berselancar dan gunung Ijen yang memiliki kawah mengandung belerang, tapi kaya akan tradisi kesenian.
Sumber: Kompas
Tradisi 'kebo-keboan' dipercaya pertama kali digelar sekitar 300 tahun yang lalu. Buyut Karti, sang pencetus ritual mendapat wangsit melakukan "kebo-keboan". Pasalnya, desa Alasmalang saat itu sedang diteror pagebluk (wabah penyakit), siang sakit kemudian malam harinya meninggal.
'Kebo-keboan' berarti manusia menyerupai kerbau. Mulai dari memakai tanduk palsu, rambut dibuat gimbal dengan menggunakan tali rafia yang diberi arang, dan melumuri tubuh dengan arang serta lumpur. Kerbau dipilih, karena membantu petani ketika membajak sawah. "Manusia kerbau" akan mengejar warga yang mengambil bibit padi yang akan ditanam. Konon bibit yang diambil bisa dijadikan tolak bala atau keselamatan.
Hadi menambahkan, pelaksanaan ritual 'kebo-keboan' pada tanggal 10 Muharam, karena dipercaya membawa berkah. "Awalnya ada prosesi selamatan di tengah jalan utama desa. Semua elemen masyarakat ikut terlibat saat selamatan memakan nasi tumpeng dan ayam panggang diberi urap," katanya.
Selanjutnya dilakukan ider bumi (keliling desa). Ada gadis yang divisualisasikan sebagai dewi sri (dewi kesuburan/padi) yang ditandu beberapa pengawal. Puluhan laki-laki bertubuh kekar dengan dandanan dan bertingkah aneh seperti kerbau, dihalau oleh para petani yang membawa hasil panennya. Suasana kian meriah karena diiringi alunan musik tradisional khas Using.
"Prosesi membajak sawah dan menanam bibit padi digelar di bagian akhir upacara. Ini bagian yang menarik. Para 'manusia kerbau' seperti kesurupan mengejar siapapun yang mengambil bibit padi yang ditanam. Bibit padi yang diambil dipercaya bisa digunakan sebagai tolak bala maupun keberuntungan," katanya.
Menurut Hadi, tradisi 'kebo-keboan' perlu dilestarikan. Ini aset Banyuwangi yang harus dilestarikan, seperti halnya tarian Gandrung, Seblang, dan petik laut. Tradisi kebo-keboan bisa mendatangkan wisatawan, baik mancanegara maupun nusantara. Banyuwangi tidak hanya memiliki pantai Plengkung untuk berselancar dan gunung Ijen yang memiliki kawah mengandung belerang, tapi kaya akan tradisi kesenian.
Sumber: Kompas
0 komentar:
Posting Komentar
Pengunjung Mohon Meninggalkan Jejak Untuk Silaturrahmi Balik.