Foto Saya
Muhamad Ali Saifudin
Berbuat dan Bermanfaat
Lihat profil lengkapku

Selamat Datang di Weblog Muhamad Ali Saifudin *)

Penulis berusaha menyajikan berbagai informasi tentang Pendidikan, Belajar Bahasa Inggris, Informasi SMK, NUPTK, Sertifikasi Guru, Wisata, Tips dan Trik. Motto Penulis "Yang Abadi adalah Perubahan dan yang Pasti adalah Ketidakpastian, Siapa yang tidak Berani Berubah tidak akan Memiliki Kepastian".

Copy Paste artikel Tips Trik Wisata Belajar Pidato Bahasa Inggris SMK dalam blog ini boleh asal:

1). Memuat nama penulis Muhamad Ali Saifudin.
2). Menyertakan alamat http://muhamadalisaifudin.blogspot.com ke sumber artikel yang ditulis
.
3). Kritik dan Saran Tips Trik Wisata Belajar Pidato Bahasa Inggris SMK Klik Disini
*) Muhamad Ali Saifudin tinggal di http://muhamadalisaifudin.blogspot.com
Tampilkan postingan dengan label Wisata Kawah Ijen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wisata Kawah Ijen. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Desember 2010

Welcome to Banyuwangi; The Sunrise of Java

. Selasa, 07 Desember 2010
2 komentar
Banyuwangi Tourism: the Sunrise of Java 

Banyuwangi; The Sunrise of Java
BANYUWANGI - Dulu Banyuwangi terkenal sebagai Kota Pisang. Sebutan itu diberikan karena saat itu, sekitar tahun 1980-an, di Banyuwangi masih banyak pohon pisang. Hampir semua warga menanam pohon pisang. Baik di kebun ataupun di pekarangan rumah.

Sampai-sampai muncul nama pisang Sobo –orang di luar Banyuwangi menyebutnya pisang Kepok atau pisang Kapuk. Setelah era 90-an pohon pisang mulai berkurang. Seiring dengan hilangnya pohon pisang, sebutan Kota Pisang juga tidak lagi bergema.

Berbeda dengan julukan Banyuwangi sebagai Lumbung Padi Jatim. Karena sampai sekarang hasil panen padi Banyuwangi masih surplus, julukan itu tetap melekat. Bahkan, julukan itu sudah menasional menjadi begini: Jawa Timur adalah lumbung padi nasional. Lumbung padi Jawa Timur adalah Banyuwangi.

Nasib pisang dan padi sangat bertolak belakang. Pisang terpuruk, padi tetap eksis. Keterpurukan itu seharusnya tidak perlu terjadi jika mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah, c.q. dinas terkait.

Buktinya, Lumajang sampai sekarang bisa mempertahankan sebutan Kota Pisangnya. Sebutan layak disandang karena di sepanjang jalan Klakah kita bisa menjumpai puluhan lapak menjajakan pisang kayu khas Lumajang. Bentuknya besar dan super panjang.

Lunturnya julukan Kota Pisang Banyuwangi mengundang keprihatinan. Tak ketinggalan saya dan beberapa teman wartawan senior. Kami pun terlibat diskusi (tentu saja di sela-sela waktu memburu berita) intens sekali, terutama dengan almarhum Pomo Martadi –wartawan yang juga penyair.

Kesimpulannya, tidak mungkin bersikukuh menggunakan sebutan Kota Pisang. Akhirnya, kami sepakat untuk membuat sebutan baru. Yakni, Kota Gandrung. Karena terus kami pakai dalam berita, dalam sekejab kata Kota Gandrung langsung populer.

Tak lupa pula, dalam batang berita kami sering memasukkan julukan yang lain. Yakni, Bumi Blambangan. Secara bergiliran kata Kota Gandrung dan Bumi Blambangan kami gunakan untuk mengganti kata Banyuwangi yang disebut lebih dari satu kali.

Ada dua tujuan sekaligus yang ingin kami capai. Pertama, biar pembaca tidak bosan. Kedua, ikut melestarikan warisan budaya dan sejarah daerah ini.

Seperti halnya julukan Kota Pisang, belakangan julukan itu mulai terlupakan. Kali ini penyebabnya bukan kepunahan sebagaimana yang dialami pisang. Melainkan gerusan roda politik.

Tentu saja kita masih ingat kasus pembantaian orang-orang yang diduga sebagai dukun santet. Pelanggaran berat HAM di Banyuwangi itu terjadi akhir 1998. Menewaskan 148 orang. Hasil investigasi NU (Nahdlatul Ulama) menyebut sebagian besar korban merupakan guru mengaji.

Dari Banyuwangi kasus serupa merembet ke sepuluh daerah di Jawa Timur. Yakni, Situbondo, Bondowoso, Jember, Lumajang, Probolinggo, Pasuruan, Bangkalan, Pamekasan, Sampang, dan Sumenep. Total korban meninggal akibat pembunuhan keji itu (termasuk di Banyuwangi) mencapai 235 orang, luka berat 32 orang, dan 35 orang luka ringan.

Peristiwa yang kental nuansa politiknya itu langsung memopulerkan Banyuwangi sebagai Kota Santet. Sangat menyeramkan. Dalam beberapa tahun setelah peristiwa tersebut, orang takut pergi ke Bumi Blambangan. Orang-orang di luar Banyuwangi juga curiga terhadap orang dari Kota Gandrung yang sedang merantau di daerahnya.

Peristiwa politik berikutnya yang mencuatkan nama Banyuwangi adalah aksi anarkis kepada Gus Dur (KH Abdurahman Wahid). Peristiwa yang dialami presiden keempat RI itu terjadi di Gedung Wanita Paramita Kencana beberapa tahun silam.

Konon, insiden tersebut terjadi akibat perseteruan dua kubu di PKB. Dan, konon pula perpecahan pengurus PKB Banyuwangi itu tercatat sebagai perpecahan pertama di Indonesia. Kita tahu, setelah itu DPP PKB pecah dan kedua pihak terlibat perseteruan yang panjang.

Rentetan peristiwa politik itu menahbiskan Banyuwangi sebagai Kota Wisata Politik. Tepatnya, wisata perseteruan politik. Bahkan, wisata kerusuhan! Ingat, saat para pendukung Gus Dur mengamuk dan menutup pelabuhan penyeberangan Ketapang. Akibatnya, aktivitas penyeberangan Ketapang-Gilimanuk terhenti total selama belasan jam. Juga aksi penolakan kedatangan Amien Rais.

Pendek kata, apa yang terjadi di Banyuwangi selalu mengundang perhatian pemerintah pusat. Bahkan, lebih dari itu. Menjalar ke pusat. Jika Banyuwangi menggeliat, pusat ikut menggeliat. Bahkan, bergejolak. Rekaman peristiwa demi peristiwa yang tercatat di cakram otak itu menginspirasi saya.

Maka, lahirlah kalimat ini: Banyuwangi, The Sunrise of Java. Fenomena yang terjadi di Banyuwangi hampir selalu menginspirasi kota atau daerah lain di Jawa, bahkan pemerintah pusat.

Banyuwangi sudah seperti mataharinya seluruh wilayah pulau Jawa. Di pagi hari, orang-orang di Jember sampai Jakarta tidak akan pernah melihat matahari sebelum orang Banyuwangi melihatnya.

Ini artinya, Banyuwangi selalu yang pertama. Nah, begitulah inti filosofi kalimat yang menurut saya bisa menjadi salah satu alternatif julukan baru Banyuwangi itu. Tinggal menggeser saja. Kalau sebelumnya rentetan peristiwa negatif, sekarang harus diganti dengan yang positif.

Dengan modal kekayaan alam melimpah berupa laut, kebun, sawah, dan pariwisata kelas dunia sudah saatnya Banyuwangi menjadi matahari (sumber inspirasi bagi daerah lain) dalam memajukan daerah. Yakni, kemajuan yang menyejahterakan rakyatnya. Dan, akhirnya saya ucapkan, ‘’Welcome to The Sunrise of Java’’.

Sumber: http://radarbanyuwangi.co.id/index.php/artikel-radar/52-internal/125-the-sunrise-of-java
Read More... Welcome to Banyuwangi; The Sunrise of Java

Kamis, 25 November 2010

Jalan Wisata Kawah Gunung Ijen Segera Diperbaiki

. Kamis, 25 November 2010
0 komentar
Perbaikan Jalan Wisata Gunung Ijen Butuh Rp 25 Miliar

Wisata Kawah Ijen Banyuwangi
TEMPO Interaktif, Banyuwangi - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengajukan permintaan anggaran ke Pemerintah Propinsi Jawa Timur sebesar Rp 25 miliar. Anggaran itu akan dipakai untuk memperbaiki jalan menuju obyek wisata Gunung Ijen sepanjang 17 kilometer yang kini rusak parah. Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Agus Siswanto, mengatakan, Pemerintah Banyuwangi tidak mampu menanggung anggaran yang dinilai terlalu besar itu.

Apalagi, kata dia, Gunung Ijen menjadi salah satu dari tiga wisata alam yang dicanangkan menjadi ikon pariwisata Pemerintah Jawa Timur. "Selain Gunung Ijen, juga Gunung Bromo dan Plengkung yang jadi andalan wisata Jatim," kata Agus kepada TEMPO, Selasa (22/11).

Agus menjelaskan, kerusakan jalan menuju Gunung Ijen dari Desa Jambu, Kecamatan Licin hingga Pos Paltuding, Banyuwangi, sudah terjadi sejak 2003 lalu. Kerusakan jalan tersebut mengancam keselamatan pengunjung karena Gunung Ijen dikunjungi ribuan wisatawan asing dan lokal setiap tahunnya. "Apalagi medan jalan juga cukup sulit, menanjak dan curam," katanya.

Rencananya, perbaikan jalan akan ditingkatkan menjadi kualitas hot-mix. Kalau anggaran cair pada tahun ini, maka perbaikan jalan bisa direalisasikan pada 2011.

Sementara, kata dia, Pemerintah Banyuwangi akan membangun dari aspek wisata pendukung seperti penataan penginapan, rumah makan, dan outlet-outlet souvenir di pinggir jalan.

Namun rencana perbaikan jalan menuju Gunung Ijen ini ditentang sejumlah pemandu wisata. Salah satu pemandu wisata, Kisma Donna, mengatakan, perbaikan jalan akan mengancam zona konservasi di kawasan Gunung Ijen.

Menurut dia, kesadaran masyarakat di Banyuwangi masih rendah untuk menjaga kelestarian alam. "Saya khawatir nantinya satwa-satwa liar dan tanaman langka di kawasan Gunung Ijen akan semakin hilang," ujar dia.

Donna mengatakan, seharusnya konsep wisata tidak hanya dipandang dari aspek ekonomi melainkan tetap menjaga keseimbangan lingkungan. Karena, kelestarian alam di Gunung Ijen inilah yang menjadi daya tarik bagi wisatawan. Menurut dia, jalan menuju Gunung Ijen tidak akan membahayakan pengunjung apabila ditempuh menggunakan moda transportasi yang sesuai medannya.

Gunung Ijen memiliki kawah terbesar di Asia Tenggara sehingga menjadi salah satu tujuan wisata di Jawa Timur. Saat ini pengelolaan kawasan wisata itu berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) III Jawa Timur.Ika Ningtyas
Sumber Image: Wulandyah
Sumber Berita: Tempo Interaktif
Read More... Jalan Wisata Kawah Gunung Ijen Segera Diperbaiki

Selasa, 02 Februari 2010

Wisata G-Land dan Ijen Banyuwangi

. Selasa, 02 Februari 2010
0 komentar
BANYUWANGI-Bumi Blambangan tetap menjadi salah satu daerah tujuan wisata favorit turis asing dan domestik. Menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Banyuwangi, jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung selama tahun 2009 mencapai 11.392 orang. Turis lokal yang berkunjung pada tahun tersebut mencapai 398.250 orang.
Sementara itu, dari sekian banyak tempat wisata di Banyuwangi, yang paling digemari turis asing adalah pantai Plengkung atau G-land. Objek wisata berikutnya yang menjadi jujugan wisman adalah kawah gunung Ijen.
Kepala Disbudpar Banyuwangi, Sudjani mengakui, kunjungan wisman ke Banyuwangi mengalami peningkatan selama tahun 2009. Turis asing yang datang berasal dari Australia, Amerika, Belanda, Inggris, Prancis, Brazil, Swiss, Jerman, Kanada, Jepang, Rusia, dan beberapa negara lain.
”Sekitar 80 persen wisman dari Prancis ternyata lebih menyukai keindahan alam gunung. Sehingga, turis Prancis banyak yang memilih kawah gunung Ijen. Sedangkan, wisman asal Inggris dan Belanda lebih suka wisata agro di perkebunan; misalnya perkebunan kopi dan coklat di wilayah Kecamatan Kalibaru dan Kaliklatak di Kecamatan Kalipuro,” jelasnya.
Sudjani menambahkan, wisman dari Amerika, Australia, Jepang, dan Brazil, lebih suka berselancar di pantai Plengkung. Sebab, mereka termasuk penggemar surfing yang menginginkan sebuah pengalaman yang menguras adrenalin. Kawasan Plengkung yang dikenal dengan sebutan G-Land itu dikenal memiliki ombak besar dan ganas.
Pantai Plengkung yang berjarak 87 kilometer dari pusat kota Banyuwangi dapat dicapai melalui jalan darat. Dari Banyuwangi, turis dapat menggunakan kendaraan menuju pantai Trianggulasri dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam. Setelah tiba di Trianggulasri, wisman tidak bisa menggunakan kendaraan bermotor. Mereka harus berjalan kaki sejauh 12 kilometer menuju Plengkung.
Sudjani menambahkan, meningkatnya kunjungan wisman ke Banyuwangi memberikan dampak yang besar kepada objek wisata, hotel, restoran, hingga penarik becak. (lla/bay)
Sumber : Jawa Pos

Read More... Wisata G-Land dan Ijen Banyuwangi

Rabu, 24 Desember 2008

Kawah Ijen Keluarkan Gas Beracun

. Rabu, 24 Desember 2008
0 komentar
Wisatawan Waspadalah! Kawah Ijen Keluarkan Gas Beracun

BANYUWANGI, SELASA — Gunung Ijen (2386 mdpl) yang berada di perbatasan Kabupaten Situbondo dan Banyuwangi serta Bondowoso, Jawa Timur, Selasa, dari kawahnya mengeluarkan gas beracun. Kondisi ini cukup membahayakan sehingga wisatawan dan para penambang belerang dilarang beraktivitas sementara di Kawah Ijen.

Dari kawasan Kawah Ijen dilaporkan, menurut para penambang belerang, gas beracun mulai keluar sekitar pukul 07.00, Selasa, 23/12. "Gas beracun keluar tadi pagi. Biasanya seharian, nanti sore prediksi saya sudah tidak lagi keluar (gas beracun)," kata Busaeri (38) salah seorang penambang belerang.

Ia mengungkapkan, biasanya gas beracun keluar dari Kawah Ijen sekitar bulan "Suro" (Muharram). Satu Muharram atau Tahun Baru 1430 Hijriah tanggal 29 Desember mendatang. "Ya udah dekat Suro-kan," katanya sambil tersenyum.

Terkait larangan menambang, menurut Busaeri, ada pengawas belerang dari penambangan Candi Ngrimbi yang selama ini menampung belerang hasil para penambang tradisional, memperingati masalah gas beracun tersebut.

"Tadi pagi pengawas itu yang mengeluarkan larangan, agar para penambang tidak melakukan kegiatan di Kawah Ijen untuk sementara waktu, karena ada gas beracun menyembur," katanya menjelaskan.

Padahal, setiap hari puluhan warga sekitar melakukan penambangan secara tradisional atas belerang yang keluar setiap saat di dalam Kawah Ijen. Setiap penambang mampu mengangkut 70 sampai 80 kg.

Penambangan dan pengangkutan yang tradisional ini menjadi salah satu obyek yang memiliki daya tarik unik serta menarik bagi wisatawan, selain kawahnya yang berubah warna setiap saat serta belerang yang keluar dari "perut" bumi berwarna jingga dan setelah membeku diterpa udara berubah warna kuning.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pariwisata Budaya Pemuda dan Olahraga Bondowoso, Urip Basuki, Senin (22/12), mengatakan, wisatawan yang berkunjung ke Kawah Ijen pada tahun 2008 sebanyak 13.528 orang.

Dari jumlah tersebut, 5.704 orang di antaranya wisatawan mancanegara (wisman), dan selebihnya 7.824 wisatawan nusantara (wisnu). "Jika dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kawah Ijen tahun lalu, jumlah wisatawan tahun ini mengalami penurunan. Pada tahun 2007 tercatat 16.587 orang, dengan rincian 10.535 wisnu dan 6.052 wisman." katanya menambahkan.

Obyek wisata alam lainnya sekitar Kawah Ijen, ialah agrowisata kebun kopi Arabica pada tahun ini dikunjungi 5.317 orang. Wisman yang berkunjung di obyek wisata milik PTPN XII yang luasnya 4.000 hektare ini tercatat 2.005 orang, sedangkan wisnu 3.312 orang.

"Di obyek wisata ini, pengunjung bisa menyaksikan proses pemetikan hingga penggilingan kopi jenis Arabica, misalnya, kopi luwak, ijen, dan gunung blaw," katanya.

Sumber: Kompas
Read More... Kawah Ijen Keluarkan Gas Beracun
 

Tamu Kampung Inggris

Traffic Pidato Inggris

Komentar Terbaru Sobat Setia Muhamad Ali Saifudin

All right reserved Muhamad Ali Saifudin is proudly powered by Blogger.com | Template by Agus Ramadhani | o-om.com