Foto Saya
Muhamad Ali Saifudin
Berbuat dan Bermanfaat
Lihat profil lengkapku

Selamat Datang di Weblog Muhamad Ali Saifudin *)

Penulis berusaha menyajikan berbagai informasi tentang Pendidikan, Belajar Bahasa Inggris, Informasi SMK, NUPTK, Sertifikasi Guru, Wisata, Tips dan Trik. Motto Penulis "Yang Abadi adalah Perubahan dan yang Pasti adalah Ketidakpastian, Siapa yang tidak Berani Berubah tidak akan Memiliki Kepastian".

Copy Paste artikel Tips Trik Wisata Belajar Pidato Bahasa Inggris SMK dalam blog ini boleh asal:

1). Memuat nama penulis Muhamad Ali Saifudin.
2). Menyertakan alamat http://muhamadalisaifudin.blogspot.com ke sumber artikel yang ditulis
.
3). Kritik dan Saran Tips Trik Wisata Belajar Pidato Bahasa Inggris SMK Klik Disini
*) Muhamad Ali Saifudin tinggal di http://muhamadalisaifudin.blogspot.com

Rabu, 07 April 2010

Wisata Kuliner Rujak Soto Banyuwangi

. Rabu, 07 April 2010
Rujak Soto Ala Banyuwangi. Rujak soto? Nggak salah, tuh? Aneh, tetapi nyata. Cobalah datang ke Banyuwangi dan cicipi sendiri hidangan khas itu. Rujaknya seperti rujak Jawa Timur-an umumnya, yaitu irisan lontong dibubuhi kangkung, tauge, ketimun, tahu, dan tempe, dibubuhi sambal petis dengan kacang tanah dan gula merah. Seperti rujak Jawa Timur umumnya, sambalnya memakai pisang kluthuk batu yang diuleg bersama bumbu-bumbu lainnya.

Rujak yang menerbitkan liur, bukan? Tetapi, tunggu dulu. Rujak segar itu kemudian diguyur dengan kuah soto babat yang encer dan berwarna kuning. Byurrrr! Bila suka, babat dan daging soto juga diikutsertakan. Bagaimana rasanya? E-Bang Pede! Enak Banget, Percaya Deh! Menurut cerita penjualnya: “Lebih enak lagi kalau tidak langsung dimakan. Simpan dulu di kulkas, kalau sudah dingin baru dimakan. Sssuuegerrr!”

Kebayang nggak, sih?

Rujak dengan daging – seperti misalnya rujak cingur – memang bukan hal aneh di Jawa Timur. Konsep rujak di Jawa Timur juga tidak sebatas buah-buahan segar yang diiris tipis-tipis dan dicocol sambal, melainkan termasuk sayur-sayuran yang direbus. Di Jawa Tengah juga ada rujak buah yang ditambahi krai rebus (krai = semacam ketimun) yang disebut plonco. Plonco bermanfaat untuk mendinginkan panas dalam, dan konon juga untuk menurunkan tekanan darah.

Penjual rujak soto yang paling terkenal di Banyuwangi adalah “Mbok Semi”, dekat SMU Negeri I Glagah. Hanya buka siang hingga sore. Maklum, rujak soto tidak cocok lagi untuk dimakan pada malam yang sejuk. Dari pagi sampai sore, warung “Mbok Semi” selalu ramai diantre pembeli.

Bukan hanya di Banyuwangi! Bila Anda kebetulan jalan-jalan di Jember, rujak soto juga cukup mudah ditemukan. Di sebuah warung rujak soto di pojokan Jalan Ahmad Yani, Jember, penjualnya juga menyajikan rujak cemplung. Ini adalah rujak buah – ketimun, kedondong, ubi jalar mentah, nenas – dipotong dadu dan disiram sambal gula merah yang dicampur sedikit cuka. Hmm, berliur kan mulut Anda sekarang?

Di Jember dan Banyuwangi, ada satu jenis hidangan yang sangat populer. Namanya: ayam pedas. Beberapa warung menulis menunya dengan nama lengkap: cocoh ayam pedas. Sayangnya, saya menemukan dua versi ayam pedas dan kurang yakin yang mana yang otentik. Versi pertama adalah ayam utuh yang dibelah dan diregang menjadi bekakak. Bumbunya adalah cabe merah, kemiri, asam jawa, bawang putih, terasi. Bumbu yang sudah dihaluskan dibalurkan ke seluruh tubuh ayam. Daging ayam kemudian ditusuk-tusuk (dicocoh) dengan garpu agar bumbunya lebih merasuk, kemudian dibakar.

Versi lain ayam pedas saya temukan di Rambipuji, dekat Jember. Di sini ayamnya sudah dipotong-potong kecil dengan bumbu: cabe merah, cabe rawit, kemiri, bawang merah, bawang putih, asam jawa, kecap manis. Potongan ayam direbus dengan bumbu-bumbu tadi sampai airnya menguap. Ayam dibalur dengan kecap lagi, dan kemudian dibakar. Membakarnya tidak terlalu lama, hanya cukup untuk menimbulkan aroma bakaran yang khas, lalu dikembalikan ke bumbu nyemek yang puedesss.

Versi pertama lebih nendang pedasnya, sekalipun tidak memakai cabe rawit. Versi kedua lebih manis karena pedasnya cabe sudah diredam dengan ke- cap manis. Yang mana lebih saya sukai? Keduanya! He he he …, dasar rakus!

Makanan lain yang populer di Banyuwangi adalah nasi tempong. Tempong sebetulnya berarti tempeleng atau tampar. Konon karena penjualnya seolah menamparkan segenggam nasi ke pincuk daun pisang yang dipakai untuk menyajikan makanan. Kecilnya porsi nasi tempong membuatnya sejajar dengan sego kucing di Solo dan Yogya.

Kemungkinan lain penamaan nasi tempong adalah sambalnya yang amat sangat pedas. Banyak yang sampai berlinang air mata saking pedasnya, seperti habis ditempeleng. Nasi tempong adalah konsumsi rakyat yang sangat populer di Banyuwangi. Lauk default untuk sajian ini adalah tempe, tahu, dan ikan asin goreng. Proletar banget lah, pokoknya!

Sore hari, di sebelah Bank BRI di Jalan Ahmad Yani, Banyuwangi, ada sebuah tenda yang menjual nasi tempong versi menengah. Warung “Bu Sum” yang buka sampai malam ini adalah yang sekarang paling populer di kota di ujung timur Pulau Jawa ini. Sekalipun tenda, tukang becak yang mengantar saya mengatakan: “Wah, itu nasi tempong mahal, lho, Pak. Mbok, ke pasar saja, yang lebih murah.”

Di warung “Bu Sum”, lauknya cukup komplet. Ada cumi yang dimasak dengan tintanya, dengan saus yang hitam pekat. Selebihnya adalah lauk standar seperti ayam goreng, empal, kering tempe, telur dadar, dan lain-lain. Untuk menemani sambal yang pedes, tersedia daun singkong dan genjer kukus. Di situ juga dijual bothok atau pepes sarang tawon yang unik Banyuwangi.

Kalau ingin makan hidangan sari laut (seafood), di Pantai Blimbingsari di selatan Banyuwangi ada tempat makan yang ramai dikunjungi warga. Ombak berdebur di pantai, dan anginnya cukup kencang untuk membuat pengunjung Blimbingsari selalu ingin makan. Perahu-perahu nelayan dan gunung yang ada di sebelah selatan Muncar juga menjadi setting untuk pengalaman makan di Pantai Blimbingsari.

Ikan kakap dan kerapu – bakar atau goreng – sangat murah harganya di sini. Sayangnya, kualitas memasaknya agak di bawah standar. Bumbunya terlalu kenceng, sehingga “menelan” kesegaran ikan laut yang disajikan. Seekor ikan kerapu kecil yang saya pesan, tak sanggup saya habiskan karena bumbunya terlalu asin dan kebanyakan saus tomat.

Saya mencoba menengok penyajian ikan bakar di beberapa warung lainnya yang berjejer di situ. Tapi, tampaknya semua berkualitas sama. “Banjir” saus merah yang membuatnya kehilangan daya tarik.

Sayang sekali! Perlu ada konsultan kuliner untuk Blimbingsari, agaknya!
Sumber: http://romdan.wordpress.com

Artikel Terkait

1 komentar:

Rantinem mengatakan...

Rujak campur kuah soto

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Pengunjung Mohon Meninggalkan Jejak Untuk Silaturrahmi Balik.

 

Tamu Kampung Inggris

Traffic Pidato Inggris

Komentar Terbaru Sobat Setia Muhamad Ali Saifudin

All right reserved Muhamad Ali Saifudin is proudly powered by Blogger.com | Template by Agus Ramadhani | o-om.com